...sejauh ini sedikit pun aku tak menyesali apa yang telah terjadi, tapi saat menaiki anak tangga selanjutnya aku terhenyak mendapati ruang yang lengang tak tersentuh oleh apa pun, terasa kosong dan datar tanpa lukisan senja menempel di salah satu dindingnya. aku membawa serta senyumnya yang sengaja kulindungi dengan bingkai tembaga, bukan senyummu melainkan senyum miliknya, ia memang singgah sementara seperti malaikat yang hanya sesekali turun ke bumi demi menyampaikan amanat, tak mungkin kubandingkan denganmu...
mengingatmu adalah keresahan dan siksa batin tapi mengenangnya adalah potongan-potongan gambar bergerak dalam lantunan orkestra yang menggema di setiap sudut ruang, sebentuk kesenangan yang hampir sempurna...
saat ini ingin sekali aku mengesampingkan banyak hal dan berlama-lama mengingat kebersamaan yang hanya sesaat itu, bukan sekedar mengisi senyap, tapi memang hati lah yang menuntut itu...
seseorang tak kan pernah tahu apa yang diinginkan hati, tapi seseorang pastinya tahu apa yang akan dilakukan demi menuruti kata hati...
sementara biarkan aku menjelma manjadi jendela bagi ruang hatiku saat ini, tak perlu mengiba atau berpura-pura tegar mengepalkan tangan berusaha untuk melupakan salah satu episode dimana kita membangun istana pasir dan runtuh begitu saja sesaat setelah ombak datang, karena ia pun sempat berharap agar segala sesuatunya tidak seperti gundukan pasir yang berbentuk istana saja, melainkan bangunan yang lebih bertahan meski itu tidak untuk selamanya...
jujur -pada awalnya- aku pun berharap sama dan itu yang membuatku tersesat...
sehangat kasih
membawa khayalku
saat kita jauh
harapan cinta hangat bersatu...
pernah kurasa indah tatapanmu
kala cinta kita
tulus dalam senyum rasa bahagia...
biarlah semua berlalu
kutanggalkan rasa rindu
tenggelam dalam kehampaan
cintaku kini semu
sirnalah sudah kini berlalu...
...kau datang dengan sederhana
satu bintang di langit kelam
sinarmu rimba pesona
dan ku tahu tlah tersesat...
ku kejar kau tak kan bertepi
menggapaimu tak kan bersambut
sendiri membendung rasa ini
sementara kau membeku
khayalku terbuai jauh
pelita kecilmu mengalir pelan
dan aku terbenam...
...dan di ruang hati ini aku tersudut, berharap lantunan tadi dapat menina bobokan jasadku hinga mengurai dengkuran keras dan mulai melupakan segalanya, ataukah ku harus menggelitik malam? dengan begitu mungkin pekat mengisyaratkan tawa hingga dapat mengelabui hatiku, tapi sedikit pun tak pernah berhasil ku lakukan itu dan aku makin tersesat di labirin hatiku sendiri...
No comments:
Post a Comment