Pages

Tuesday, April 13, 2010

[tanda tanya yang terbawa....]

Sesungguhnya hati itu telah tertoreh dengan pertempuran kegamangan yang terselimuti pernik cerita yang sebenarnya tak perlu ada. Kristal bening yang mengalir dari kedua sisi matanya telah terkuras kering. Meskipun kini ia mendulang lara yang sengaja tercipta takkan membebaskannya dari segala deraan kecewa yang telah terlanjur membasahi seluruh jiwanya.

Jengah yang tertarik ke dalam nafasnya seolah telah sampai di ujung lelah, ketika harus melewati kenangan yang telah tumbuh bersama musim semi. Mencoba menahan kembara yang terlanjur berpulang pada warna senja saat sore telah mencapai puncaknya.




Berlarilah ia dengan segala kegundahan yang tak tertahankan, menusuk ulu hatinya dengan begitu pelan, menyentuh palung jiwa yang telah terlanjur memberinya sebentuk harapan indah yang ternyata harus berakhir di ujung gelisah.

“ biarkan aku disini, aku ingin menikmati kepedihan ini untuk terakhir kalinya” pintanya begitu sosok yang begitu di cintainya tersebut mencoba mendekati dirinya.

“ tak perlu lagi aku memahami semua ini, karena toh segalanya akan kembali seperti musim gugur” lanjutnya dengan nada yang tak mampu di tahan.

“ meskipun aku berusaha meraih hatimu sejauh mungkin, tetap saja aku tak kan bisa menyentuhnya, aku sadari itu sejak dulu, hanya saja aku berusaha menjadi apa yang kamu inginkan, namun sayangnya itu mungkin tidak ada artinya bagimu..”

Ia diam sesaat membiarkan angin merasuki keheningan diantara mereka. Matanya jelas terlihat sangat lelah menahan bongkahan akan gambaran indah tentang siluet cinta yang dulu tercipta dan semakin mengukungnya tetap berpijak pada sebuah harapan kecil untuk sesuatu ketulusan yang ternyata tidak pernah ada itu.

“ Aku telah melewati masa masa sulit ini, merapikan kembali tulisan hidupku yang sempat tersentuh oleh warnamu, terima kasih untuk kisah yang kau pinjamkan padaku, walaupun itu pada akhirnya berbuah perih” sambungnya sesaat kemudian, lalu memalingkan wajah kearah gadis yang telah berdiri di sampingnya tersebut sejak pertama mereka menjejakkan kaki di bungalow sepi .

“ Tak perlu merasa bersalah! Ini bukan salahmu, hanya saja waktu telah terbuang sia-sia!”

“ aku tidak bermaksud melukaimu, sunguh!” jawab gadis itu dengan rasa bersalah, mencoba menamcapkan keyakinan itu ke dalam sorot mata elang laki-laki yang telah begitu lekat dalam hatinya tersebut.

“ aku tau..”

“ maafkan!”

“ Tak perlu minta maaf! Aku masih menempatkanmu di hatiku walau aku tau hatiku tak pernah bisa kau bawa..!” Ia mencoba tersenyum di sela kepahitan yang baru saja diterimanya.

Mencoba untuk memahami jalan kehidupan yang tertoreh pada dinding masa tak semudah memainkan dawai gitar yang ketika di petik akan mengeluarkan suara yang indah. Butuh sebuah pengertian mengapa cinta itu berkembang tidak sempurna, kejujuran yang berlaku sangat mungkin bisa sedikit memberikan gambaran mengapa kisah diantara mereka masih terlihat seperti temaram malam.

Mencari cela ketika hati tengah terbuka, merasakan kehadirannya meski getarannya terasa lirih hingga sampailah ia pada sebuah titik pernyataan, bahwa segalanya akan berakhir jua.

“ Tak perlu memaksakan diri untuk tetap bersamaku bila hatimu tak bersamaku”

“ mengapa kamu bicara seperti itu? Aku tidak pernah bohong tentang rasaku padamu, aku menyukaimu, dan aku tidak ingin kamu berpaling dariku”

“ tak baik memaksakan sesuatu!”

“ tidak! Aku tidak memaksakan kehendakku padamu..hanya saja aku sendiri tidak tau tentang perasaanku padamu, aku hanya tau bahwa aku membutuhkanmu
biarlah segalanya terbuka dengan kesadarannya sendiri, tanpa harus dipaksa”

Segala bentuk kasih yang telah menjadi cincin dalam kehidupan mereka seolah menyisakan tabir yang masih belum terungkap, untuk apa semua ini? Menjalani kebersamaan tanpa di paksa ataupun memaksa tetap saja membuahkan tanda tanya….

No comments: